Terastangerang—Surat Pemberitahuan Pajak Terhutang Pajak Bumi Bangunan (SPPT-PBB) bukan bukti kepemilikan objek tanah, namun menjadi bagian penting sebagai pendukung ketika melakukan transaksi, baik jual beli maupun hibah objek pertanahan.
Sebab itu, bagi masyarakat yang belum memiliki NOP (Nomor Objek Pajak) PBB disarankan untuk segera mengurusnya sehingga bisa terbit SPPT-PBB.
“Masyarakat yang akan melakukan transaksi jual beli, pastinya akan butuh SPPT-PBB, sebab untuk naik ke BPHTB, pasti akan ditanyakan SPPT nya,” kata Sekertaris Badan Pendapatan Daerah Kota Tangsel, Ayu Sayekti kepada terastangerang.com, Rabu 10 Juli 2024.
Ayu mengungkapkan, selain menjadi pendukung transaksi pertanahan, bukti pembayaran PBB biasanya juga dibutuhkan untuk kegiatan transasksi yang lain , seperti pengajuan kredit dan sebagainya.
Apabila masyarakat memiliki objek tanah dan bangunan dari hasil transaksi jual beli ataupun hibah, sambung Ayu, disarankan untuk segera mengurus SPPT-PBB nya, agar tidak menjadi tanggungan pemilik tanah sebelumnya.
“Misalnya, pernah beli dari orang lain, tapi tidak megurus PBB nya. Masih PBB induk, nanti kasian yang indukannnya, jadi hutangnya akan menggantung,” tambahnya.
Sekban juga menjelaskan, saat ini hutang PBB di Tangsel lumayan besar hingga mencapai 1 triliun lebih. Salah satu penyebabnya, ketika ditelusuri karena belum adanya pemecahan surat kepemilikan objek tanah.
“Yang baru belum punya NOP dan yang lama tidak mau bayar pajak terhutang karena merasa tanah tersebut bukan miliknya lagi,” terangnya.
“Hutang PBB menjadi PR bersama. Maka itu Kami menghimbau kepada masyarakat apabila bertransaksi pertanahan, secara sadar maka urus segera PBB-nya. Jangan ketika ada perlu baru mau mengurus . Misalnya objek tanahnya mau dijual atau pun diwariskan baru diurus,” ujarnya.
Dalam mengatasi pajak terhutang, Bapenda Tangsel saat ini juga sudah membentuk tim ad hoc untuk menelusuri piutang-piutang pajak. Misalkan, 20 tahun tidak dibayar hutangnya, maka tim akan melakukan penelusurani objeknya. Apakah masih ada atau sudah berubah kepemilikan.
“Untuk mengurangi catatan piutang, Bapenda melakukan verifikasi secara bertahap dengan system jemput bola. Masing-masing tim bawa data ke lapangan dan mencari pemiliknya dengan berkoordinasi dengan kewilayahan baik kelurahan maupun kecamatan. Satu persatu di validasi dengan melibatkan teman-teman di kelurahan dan kecamatan,” ujarnya.
Sementara itu, guna mengatasi keluhan masyarakat yang membuat SPPT mentok di kewilayahan, Ayu menyarankan untuk berkonsultasi ke kantor Bapenda .
“Jika kewilayahan ada keraguan dalam pemberian surat keterangan. Nanti kita akan melihat kembali berkasnya sebab dari Bapenda sendiri akan mengecek lokasi dan memutuskan tentunya. Kemudian pihak petugas yang akan mendatangi kelurahan atau pun kecamatan. Selanjutnya dibuatkan berita acaranya,” pungkas Ayu.
(mln)