TERASTANGERANG– Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) Banten Leonard Eben Ezer Simanjuntak memerintahkan kepada Tim Penyidik pada Asisten Tindak Pidana Khusus (Aspidsus) Kejaksaan Tinggi Banten untuk segera menyelesaikan proses penyidikan TPPU dengan melakukan tindakan hukum yang cepat dan terukur serta sesuai aturan hukum.

Perintah tersebut dituangkan dalam surat perintah penyidikan Nomor Print-03/M.6/Fd.1/01/2023 Tanggal 5 Januari 2023.

Kasi Penerangan Umum Kejaksaan Tinggi Banten Ivan H Siahaan menjelaskan, bahwa Kajati Banten telah menandatangi surat perintah penyidikan dugaan TPPU dengan tersangka RS, Direktur Utama PT. HNM.

“ Pak Kajati Banten telah memerintahkan Aspidsus untuk melakukan penelusuran setiap aliran dana dan mengupayakan secara optimal pengembalian kerugian keuangan negara dari siapapun yang menerimanya,” ujar Ivan dalam keterangan tertulisnya, Kamis (5/1/23).

Ivan menerangkan, kasus dugaan TPPU itu yaitu dugaan penyimpangan dalam pemberian kredit modal kerja dan kredit investasi oleh Bank Banten kepada PT. HNM pada Tahun 2017.

Kata Ivan, berdasarkan fakta hukum dari hasil pengembangan perkara penyidikan tindak pidana korupsi, tim penyidik telah memperoleh alat bukti yang cukup terjadinya perbuatan tindak pidana pencucian uang (TPPU) sebagai follow up crime dengan Tindak Pidana Asal (TPA) Tindak Pidana Korupsi.

“RS selaku Direktur Utama PT. HNM diduga telah menyalahgunakan dana kredit modal kerja dan kredit investasi dari Bank Banten sebesar Rp61.6888.765.298,” ungkapnya.

Penyalahgunaan tersebut, lanjut Ivan, yaitu menggunakan dana pencairan kredit tersebut untuk kepentingan lain yang tidak sesuai peruntukannya (side streaming). Melakukan penempatan atau (placement) aliran dana pencairan kredit tersebut ke rekening-rekening pihak lain yang tidak berhak.

RS juga diduga membelanjakan atau dengan maksud menyamarkan dan atau menyembunyikan uang hasil pencairan kredit modal kerja dan kredit investasi dari Bank Banten yang merupakan hasil kejahatan Tindak Pidana Korupsi sebagai Tindak Pidana Asal dengan cara melakukan pemindah bukuan atau transfer/RTGS serta penarikan tunai dan pembayaran ke sejumlah pihak melalui beberapa rekening.

“Perbuatan RS diduga telah melanggar pasal 3 Undang-Undang R.I. No. 8 Tahun 2010 Tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang, atau Pasal 4 Undang-Undang R.I. No. 8 Tahun 2010 Tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang,” paparnya. (rls/T1)